Akhirnya setelah sekian lama menunggu dan sempat tertunda beberapa
bulan, game buatan anak bangsa ini muncul secara resmi di website
Steam. DreadOut, sebuah game horor yang terinspirasi dari game horor klasik seperti Fatal Frame ini dibuat oleh studio lokal asal Bandung yaitu Digital Happiness.
Melihat kondisi game horor zaman sekarang yang tidak lagi memiliki
getaran-getaran layaknya game horor tahun 90an, apakah game indie yang
didukung oleh website crowdsourcing Indiegogo ini bisa menggebrak dunia video game horor lewat gameplay dan atmosfer yang ditawarkan?
Sebelum peluncuran resminya besok, kami akan memberikan memberikan ulasan game ini sebagai bahan referensi Anda.
Jangan Takut
DreadOut bercerita tentang sekelompok pelajar yang terpaksa masuk ke
sebuah kampung yang terbengkalai ketika mereka sedang melakukan
karyawisata. Anda akan bermain sebagai Linda, seorang siswi SMA yang
merupakan salah satu dari kelompok pelajar tersebut. Dalam kampung
tersebut, Linda dan kawan-kawan terperangkap dalam sebuah sekolah yang
berhantu dan mereka terpisah satu sama yang lain. Linda yang dibekali
telepon genggamnya kini harus berusaha mencari teman-temannya dan juga
mencari jalan untuk keluar dari tempat terkutuk itu.
Melalui sinopsis tersebut, nampaknya cerita dalam DreadOut terdengar agak klise layaknya cerita dalam sebuah film horor pada umumnya, tapi bukan dari nilai tersebut DreadOutmenunjukkan kebolehannya.
DreadOut mungkin salah satu game yang bisa menunjukkan atmosfer mencekam
secara baik. Dari awal permainan saja Anda sudah disuguhi lantunan
‘Lengser Wengi’ yang dijamin bisa membuat bulu kuduk berdiri. Untuk
orang luar negeri, mungkin lagu tersebut hanyalah sebuah pembuka biasa,
namun bagi kita yang merupakan orang Indonesia, lagu tersebut memberikan
dampak yang berbeda karena kita mengenalnya bukan? DreadOut nampaknya
lebih fokus untuk memberikan pengalaman budaya lokal dan saya rasa hal
itu sangatlah tepat mengingat budaya Indonesia memiliki potensi untuk
diolah dan menjadikan sebuah karya memiliki nilai eksotis.
Inti dari sebuah suasana yang mengerikan dalam media visual adalah
adanya keterbatasan yang membuat kita mengira-ngira ada sesuatu yang
tidak diketahui di hadapan kita. Saya rasaDreadOut melakukan
kerja yang sangat baik dalam bagian itu. Mulai dari jarak pandang yang
pendek serta tingkat pencahayaan yang benar-benar gelap secara tidak
langsung membuatmu membayangkan bahwa ada ‘sesuatu’ yang menunggu di
balik kegelapan itu. Hal ini pernah digunakan pada beberapa macam game
horor seperti Silent Hill dan hasilnya juga sama seramnya.
Tidak hanya itu saja, desain level yang ada dalam DreadOut juga
dibuat cukup mencekam lewat penataan objek-objek yang ada. Dalam game
ini, Anda terkurung dalam sebuah sekolah, dan biar saya perjelas bahwa
gedung sekolah adalah salah satu tempat terbaik untuk dijadikan sebuah
setting film atau game horor. Sebagai contoh, DreadOut menggunakan
objek kursi dan meja dalam kelas untuk membentuk sebuah formasi
meja-kursi yang terlihat menyeramkan. Kemudian, adanya objek-objek
mencolok yang seharusnya tidak ada dalam sebuah sekolah, coretan di
dinding serta banyak objek rusak yang termakan waktu sangat menambah
nuansa seram dalam game ini.
DreadOut nampak jelas
menggunakan konten lokal sebagai daya tarik utama. Selain untuk
keperluan inti gameplay, ada pula hal-hal lain dari penggunaan materi
lokal itu yang membuat kamu malah tersenyum sendiri. Contohnya di bagian
poster-poster yang terpampang di dinding yang kebanyakan mengingatkan
kita betapa noraknya iklan tempel yang ada di Indonesia. Selain itu ada
juga penampakan dari hal-hal yang sering kita lihat di pinggir jalan
sebelum masuk ke gedung sekolah seperti stand yang menjual CD lagu
bajakan bahkan hingga bunga obitueri yang bertuliskan ‘Turut Berduka
Cita (nama backer)’ juga ada. Sebelum Anda ketakutan sepertinya Anda
akan tertawa sendiri dulu (dan itu pasti buat orang di sekitar Anda
ketakutan).
Buka Matamu, Buka Telingamu
Salah satu elemen dalam sebuah game horor adalah jumpscare, namun banyak di antara game horor yang ada malah memberikan jumpscare secara
‘murahan’. Contohnya seperti menggunakan efek suara yang keras secara
tiba-tiba tapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Dalam DreadOut, hal tersebut tidak akan Anda temukan, melainkan DreadOutmemberikan pengalaman jumpscare tersebut
secara bertahap namun tetap mengagetkan. Saya tidak bisa memberikan
contoh karena itu akan merusak pengalaman bermain, tapi kalau Anda coba
sendiri, Anda pasti cukup mengerti apa yang saya maksudkan.
Ada juga satu aspek yang ingin saya ulas yaitu di bidang suara. Karakter dalam DreadOutmenggunakan bahasa Inggris dalam percakapannya untuk sementara ini dan nantinya Digital Happiness akan memberikan patch untuk bahasa Indonesia. Tidak ada sesuatu yang istimewa di bagian ini namun begitu saya mendengar efek suara seperti ambience, saya cukup terkejut karena DreadOut juga
bisa menghantarkan atmosfer mencekam hanya lewat suara. Saya acungkan
jempol buat sound designer-nya karena suara yang dipilih sangatlah tepat
dan mampu membuat saya merinding. Suara-suara tersebut bukan suara
keras yang tiba-tiba muncul melainkan malah suara-suara samar yang
justru bisa membuat Anda berkeringat dingin.
Meskipun memiliki impresi yang cukup baik, DreadOut masih
mengalami beberapa masalah di berbagai bagian. Pada teksur objek 3D,
masih ada ketidak seimbangan kualitas tekstur. Beberapa objek dalam game
memiliki kualitas tekstur yang baik dan kebanyakan memiliki tekstur
yang rendah. Selain tekstur, masih juga ada objek yang terkena clipping sehingga kadang terlihat menghilang dari pandangan. Untuk bagian modeling dan rigging dari
karakter sendiri juga masih terlihat agak kasar dan begitu
dianimasikan, deformasi dari bagian-bagian tubuh terlihat tidak alami.
Untuk gameplay, sebenarnya game ini menganut cara bermain yang
sederhana. Anda cukup mengambil foto dari hantu yang Anda temui untuk
mengalahkannya dan semua foto yang Anda ambil bisa disimpan dalam
galeri. Beberapa hantu memiliki cara tersendiri untuk dikalahkan dan itu
menambah variasi dalam permainan. Sayangnya, game ini tidak memiliki
in-game tutorial sehingga sebelum Anda memulai permainan ada baiknya
membaca terlebih dahulu panduan yang ada. Cara ini cukup konvensional
dan mengingatkan saya tentang manual untuk bergerak dalam game Resident Evil tempo dulu.
Satu hal yang cukup membuat saya frustasi memainkan DreadOut adalah
tujuan yang tidak jelas. Tujuan dalam game ini diperlihatkan dalam
bentuk potongan cerita sehingga saya sendiri sering bingung sebenarnya
yang harus saya cari itu apa. Hal seperti ini sebenarnya sudah cukup
lumrah di kalangan game pixel horor, namun karena DreadOut adalah
sebuah game 3D, maka area yang harus dijelajahi menjadi lebih luas
sehingga Anda malah kebingungan lebih dahulu sebelum bisa menemukan
jalan keluar.
Putusan
DreadOut adalah sebuah game
horor yang memiliki gameplay klasik dan atmosfer yang benar-benar
mencekam. Meskipun game ini masih memilki masalah di bidang teknis dan
gameplay, DreadOut tetap wajib Anda mainkan terutama jika Anda penggemar game horor dan juga ingin mendukung developer Indonesia.
Oh, iya. Semenjak game ini dirilis secara episodik, Digital Happiness juga menjanjikan adanya Act 2 serta Free Roam Mode yang nantinya pasti akan kami bahas juga. Digital Happiness akan memberikan Act 2 secara gratis kepada para pemilik Act 1, sedangkan Free Roam Mode akan menjadi edisi berbayar.
Sumber : https://id.techinasia.com/review-dreadout-penampakan-game-horor-klasik-yang-dipadu-budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar